JERUSALEM/LONDON – Pasar keuangan Israel menunjukkan penguatan signifikan pada awal pekan ini, menandakan optimisme investor dalam memperkirakan risiko jangka menengah pasca eskalasi konflik militer dengan Iran. Penguatan ini ditandai dengan lonjakan mata uang shekel yang menembus lebih dari 4,5% terhadap dolar AS pada Senin (16/6), mencatat kenaikan harian terbesar sejak tahun 2008.
Kenaikan drastis ini berhasil memutus tren pelemahan shekel selama empat hari terakhir, yang sebelumnya berada di bawah tekanan ketegangan geopolitik menyusul operasi militer besar-besaran Israel terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran pada Jumat lalu. Sejalan dengan penguatan mata uang, indeks saham utama di Bursa Tel Aviv juga menunjukkan performa impresif. Indeks Tel Aviv 125 melonjak 1,9% di perdagangan sesi siang, meneruskan momentum penguatan sebesar 0,5% yang telah dimulai pada Minggu.
Penguatan pasar ini muncul di tengah intensitas serangan militer Israel terhadap instalasi rudal balistik dan pusat komando militer Iran, yang secara simetris dibalas dengan serangan balik oleh Teheran. Fenomena ini mengisyaratkan pandangan baru di kalangan investor. Menurut Victor Bahar, Chief Economist Bank Hapoalim, “Kondisi pasar lokal tampaknya mencerminkan skenario bahwa konflik ini berpotensi menciptakan status quo baru di kawasan.”
Pemerintah Israel sendiri telah menegaskan bahwa konflik ini diprediksi akan berlangsung cukup lama dan tidak akan berakhir sebelum ancaman nuklir dari Iran sepenuhnya dihentikan, meskipun Teheran secara konsisten membantah memiliki ambisi untuk mengembangkan senjata nuklir. Ketegangan antara kedua negara rival ini memang telah memanas sejak pecahnya perang di Gaza 20 bulan lalu, menyusul serangan mendadak oleh Hamas dan kelompok militan dukungan Iran lainnya ke wilayah selatan Israel.
Meluasnya konflik juga terlihat dalam konfrontasi dengan sekutu-sekutu Iran, termasuk Hezbollah di Lebanon dan Houthi di Yaman. Menyoroti kompleksitas situasi ini, Jonathan Katz, Chief Economist Leader Capital Markets, menyatakan, “Sebagian besar proxy Iran sudah dilemahkan, tapi program senjata nuklir Iran tetap menjadi ancaman eksistensial jangka panjang bagi Israel.”
Katz menambahkan, jika program nuklir Iran dapat ditunda secara signifikan atau Teheran menunjukkan komitmen kredibel untuk menghentikan pengayaan uranium tingkat tinggi, maka “geopolitical risk premium” Israel berpotensi berkurang drastis, membuka jalan bagi stabilitas yang lebih besar. Sinyal positif juga terpancar dari pasar obligasi pemerintah Israel di kancah global. Obligasi jatuh tempo 2120, misalnya, menguat 1,3 sen mencapai level 66,88 sen per dolar, berdasarkan data Tradeweb.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa harga obligasi tersebut masih berada di bawah posisi puncaknya sebelum rumor serangan militer Israel mencuat pekan lalu. Sementara itu, di pasar derivatif, terdapat indikasi penurunan persepsi risiko secara keseluruhan, meskipun credit default swaps (CDS) Israel belum sepenuhnya pulih dari tekanan yang baru-baru ini terjadi.
Secara makroekonomi, Israel masih menunjukkan dinamika yang fluktuatif namun dengan beberapa sinyal positif. Data terbaru mengungkapkan bahwa inflasi berhasil turun lebih dari perkiraan, mencapai 3,1% pada Mei 2025. Meskipun demikian, bank sentral Israel diproyeksikan akan mempertahankan suku bunga stabil hingga awal tahun 2026, dengan pasar swap kini memproyeksikan potensi pemangkasan suku bunga baru dapat terjadi pada pertengahan tahun 2026. Di sisi pertumbuhan, data ekonomi kuartal I-2025 telah direvisi naik menjadi 3,7% secara tahunan, melampaui estimasi sebelumnya yang berada di angka 3,4%.