Drama sengketa empat pulau antara Sumatera Utara dan Aceh akhirnya menemui titik terang. Pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang sebelumnya sempat dinyatakan masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, kini kembali menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.
Kepastian ini disampaikan oleh Mensesneg Prasetyo Hadi setelah rapat terbatas yang digelar di Istana. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, pada Selasa (17/6) siang.
Bagaimana akhir dari sengketa empat pulau ini? Berikut kumparan merangkumnya.
Prabowo Turun Tangan Menuntaskan Sengketa Empat Pulau
Polemik yang sempat memanas ini akhirnya menemukan solusi dalam rapat terbatas di Istana Negara. Prabowo Subianto mengambil peran kunci dengan memutuskan bahwa keempat pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Provinsi Aceh.
“Bapak Presiden telah memutuskan, berdasarkan dokumen-dokumen sah yang dimiliki pemerintah, bahwa secara administratif, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Aceh,” tegas Mensesneg Prasetyo Hadi dalam konferensi pers, Selasa (17/6).
Setelah keputusan final diambil, Prabowo menekankan pentingnya pengumuman segera agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Segera umumkan kepada masyarakat agar tidak menjadi bahan perdebatan yang berkepanjangan. Suasana kondusif ini perlu kita jaga dengan memberikan informasi yang jelas kepada rakyat,” ujar Prabowo, seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan penemuan dokumen baru, yaitu Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992. Dokumen inilah yang menjadi dasar revisi keputusan terkait status keempat pulau tersebut.
Dasco menegaskan bahwa semua pihak telah sepakat mengakui keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Aceh.
Prabowo mengingatkan akan pentingnya persatuan dan kesatuan. Ia menekankan bahwa Aceh dan Sumatera Utara adalah bagian tak terpisahkan dari NKRI.
“Prinsip bahwa kita adalah satu negara, NKRI, harus selalu menjadi pegangan kita. Alhamdulillah, jika dengan pemahaman bersama, penyelesaian dapat dicapai dengan cepat, ini adalah hal yang sangat baik,” imbuhnya.
Dasar Hukum Pengembalian Empat Pulau: Kepmendagri 111 Tahun 1992
Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa keputusan pengembalian pulau-pulau tersebut ke Aceh didasarkan pada Keputusan Mendagri Nomor 111 Tahun 1992. Keputusan ini merupakan hasil pertemuan antara Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada 22 April 1992, mengenai batas wilayah administrasi kedua provinsi. Sayangnya, catatan asli pertemuan tersebut sempat hilang.
“Pusat arsip kita di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, memiliki tiga gedung yang dibongkar. Dokumen asli kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Pak Rudini (Mendagri tahun 1992) tidak ditemukan,” ungkap Tito saat konferensi pers di Istana Negara, Selasa (17/6).
“Namun, yang ditemukan adalah Keputusan Mendagri (Kepmendagri). Inilah dokumen yang sangat penting menurut kami, Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992, bertanggal 24 November 1992,” lanjutnya.
Sengketa sempat mencuat karena Kepmendagri tersebut melampirkan peta topografi TNI tahun 1978 sebagai landasan. Hal ini awalnya tidak dapat diterima oleh Kemendagri karena tidak ada dokumen asli dari hasil pertemuan.
“Saat itu, dokumen yang ada hanyalah fotokopi. Kita tahu bahwa dalam sistem pembuktian, dokumen fotokopi sangat mudah dipatahkan jika ada masalah hukum,” jelasnya.
Namun, dengan adanya bukti baru yang dikeluarkan oleh Rudini, Mendagri saat itu yang juga menjadi penengah dalam pertemuan antara kedua gubernur pada tahun 1992, maka status keempat pulau tersebut sebagai bagian dari administrasi Aceh Singkil, Aceh, menjadi sah.
Sejarah Kuat Sebagai Bagian Aceh Singkil
Tito mengakui bahwa selama ini keempat pulau tersebut memiliki catatan historis yang kuat sebagai bagian dari wilayah Aceh Singkil.
“Ditambah dengan bukti-bukti historis, seperti jejak keberadaan warga Aceh Singkil di sana, menjadi petunjuk dan pendukung. Tetapi yang paling utama adalah dokumen ini (Permendagri 1992),” kata Tito.
Tito menambahkan bahwa kesepakatan ini telah diperbarui oleh Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke wilayah Aceh.
“Bapak Presiden telah memberikan arahan melalui zoom meeting, disaksikan oleh Bapak Presiden, Bapak Gubernur Aceh, dan Bapak Gubernur Sumatera Utara, yang juga telah menandatangani kesepakatan tersebut,” jelas Tito.
Respons Bobby Usai Empat Pulau Resmi Masuk Aceh: Jangan Terhasut, Hentikan Semua Laporan
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang turut hadir dalam rapat, mengimbau seluruh masyarakat untuk menerima hasil keputusan ini dan tidak lagi meneruskan laporan yang sempat dibuat.
“Kita jangan mau terhasut, jangan mau terbawa isu yang tidak benar. Apa pun kondisinya, saya sebagai gubernur meminta masyarakat Sumut untuk menghentikan laporan terkait hal ini kepada masyarakat Aceh atau pihak lainnya. Kesepakatan hari ini bukan hanya tentang Aceh dan Sumut, tetapi untuk bangsa dan negara kita,” tegas Bobby di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6).
Bobby выразил syukur atas окончательное решение этого вопроса. Он также поблагодарил президента Прабово за уделенное внимание этому вопросу.
“Baru hari ini saya dan Pak Gubernur (Aceh) menandatangani surat tentang batas-batas wilayah tadi,” kata menantu Jokowi itu.
“Sudah disampaikan tentang batas wilayah yang dimulai sejak 1992, saat saya masih berusia 1 tahun. Tahun 1998 saya masih SMA, 2017 saya belum menjadi pejabat publik, dan 2020 saya masih menjadi Wali Kota Medan. Baru pada tahun 2025 ini, sebagai gubernur, saya menyatakan bahwa keempat pulau ini masuk wilayah Aceh,” jelasnya.
Empat pulau yang sempat menjadi polemik dan kini menjadi milik Aceh adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Mangkir Panjang.
Gubernur Aceh Apresiasi Keputusan Empat Pulau Masuk Aceh: Terima Kasih Pak Prabowo, Tito, Dasco
Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem, mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan empat pulau sengketa masuk wilayah administrasi Aceh.
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Mangkir Panjang.
Mantan Panglima GAM ini menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan semua pihak terkait.
“Bagi rakyat Aceh, terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto yang sangat kami sayangi, Mendagri Pak Tito, Wakil Ketua DPR Pak Dasco, Mensesneg Pak Pras, dan Gubernur Sumut,” ujar Mualem dalam konferensi pers di Setneg, Jakarta, Selasa (17/6).
“Mudah-mudahan tidak ada masalah, aman, damai, rukun tetangga,” imbuh Mualem.
Mualem meminta agar polemik empat pulau ini diakhiri dengan disepakatinya masuk Aceh. Ia menegaskan bahwa seluruh wilayah adalah bagian dari NKRI.
“Ini sudah clear, tidak ada masalah lagi berdasarkan putusan Bapak Presiden dan Mendagri bahwa pulau tersebut sudah dikembalikan pada Aceh. Mudah-mudahan tidak ada yang dirugikan, baik Aceh maupun Sumut. Yang penting, pulau tersebut dalam kategori NKRI,” kata Mualem.
Momen Dasco Menengahi Mualem-Bobby Saat Rapat Bareng Prabowo Bahas Empat Pulau
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sempat menengahi Mualem dan Bobby.
Ia memberikan penjelasan kepada Prabowo terkait polemik empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara.
“Kami telah membicarakan soal empat pulau dan alhamdulillah, berdasarkan temuan baru Mendagri, kita temukan dokumen lama putusan Mendagri tentang kesepakatan dua gubernur yang pada waktu itu ditandatangani oleh Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara (1988-1998), yang menyepakati bahwa empat pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh, Pak,” kata Dasco.
Dokumen yang dimaksud Dasco adalah Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992. Dalam Kepmendagri 111, dilampirkan peta topografi TNI tahun 1978 yang selama ini dijadikan landasan bahwa keempat pulau itu masuk wilayah Aceh.
Oleh sebab itu, Dasco mengatakan bahwa berdasarkan fakta terbaru ini, keempat pulau sengketa itu diputuskan masuk wilayah administrasi Aceh.
“Sehingga berdasarkan temuan dari bukti otentik yang didapat, kita tadi sudah bersepakat di hadapan Presiden, kedua gubernur akan menandatangani pembaruan kesepakatan tentang empat pulau masuk ke wilayah Aceh,” kata Dasco.
Apresiasi Rakyat Aceh untuk Presiden Prabowo
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memutuskan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Aceh.
Ia menilai keputusan ini telah sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh serta berdasarkan data dan fakta di lapangan.
“Keputusan ini sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh. Keputusan ini sangat tepat, bijak, berdasarkan dokumen, dan fakta di lapangan,” kata Nasir saat dihubungi, Selasa (17/6).
Nasir menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo yang menurutnya telah mengambil sikap tegas untuk kepentingan rakyat Aceh.
Ia berharap langkah ini menjadi akhir dari polemik antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat soal klaim wilayah atas empat pulau tersebut.
“Atas nama rakyat Aceh, kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang sangat tegas dan ‘pasang badan’ untuk rakyat Aceh,” ucap Nasir.
BG: Presiden Prabowo Utamakan Stabilitas & Keadilan saat Penetapan Empat Pulau Aceh
Menkopolkam Budi Gunawan, atau akrab disapa BG, berkomentar terkait penetapan empat pulau yang menjadi milik Aceh ini. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto mengedepankan keadilan dan stabilitas kawasan saat mengambil keputusan tersebut.
“Keputusan ini mencerminkan keseriusan dan komitmen kuat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menegakkan kepastian hukum wilayah, sekaligus menjaga stabilitas sosial dan politik, khususnya di Aceh dan Sumatera Utara,” ujar Menkopolkam Budi Gunawan (BG) kepada wartawan dalam keterangannya, Selasa (17/6).
BG mengatakan, Presiden juga menghormati jejak sejarah, aspek kultural, hingga dinamika sosial masyarakat Aceh dalam menetapkan status wilayah empat pulau tersebut.
Ia pun bersama jajarannya akan mengawal proses tindak lanjut dari keputusan penetapan itu, terutama upaya yang mengutamakan pendekatan damai dan dialogis demi menjaga keutuhan nasional.
“Kebijakan Presiden Prabowo untuk menempatkan stabilitas nasional dan keadilan sebagai prioritas utama, termasuk dalam persoalan perbatasan wilayah, menjadi landasan utama dalam setiap pengambilan keputusan strategis pemerintah,” tambahnya.
Mensesneg: Polemik Empat Pulau Jadi Momentum Bereskan Arsip
Mensesneg Prasetyo Hadi, yang turut dalam rapat, berpendapat bahwa sengketa empat pulau ini menjadi momentum pemerintah untuk membereskan persoalan kearsipan dan dokumen negara. Sebab, dibutuhkan waktu dan ketelitian lebih untuk menemukan dokumen baru yang menjadi data penunjang keputusan ini.
“Ke depan, harus kita rapikan semua pengarsipan kita. Ini karena berdasarkan laporan dari Bapak Mendagri, ternyata tidak hanya di empat pulau yang berada di perbatasan Sumut dan Aceh, tetapi juga ada di beberapa provinsi lain yang kondisinya mirip-mirip,” kata Prasetyo Hadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6).
Dokumen baru yang menjadi dasar keputusan empat pulau milik Aceh adalah Kepmendagri No. 111 Tahun 1992. Dokumen ini tidak ditemukan Kemendagri dan tim saat memutuskan empat pulau menjadi milik Sumut.
Setelah polemik Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Mangkir Panjang bergulir kembali, tim mencari lebih dalam ke gedung arsip yang diduga kuat menjadi tempat penyimpanan dokumen terkait dan berhasil ditemukan.
Karena itu pula, Prasetyo ingin ada pembenahan terhadap sistem pengarsipan.
“Nah, ini momentum yang baik untuk kita berbenah. Ke depan kita rapikan, kalau perlu tadi juga ada usul untuk membuat kesepakatan-kesepakatan di antara dua wilayah yang berdekatan supaya tidak timbul masalah seperti ini lagi di kemudian hari,” tambahnya.
Mensesneg Sempat Singgung Banyak yang Ditunggangi ‘Yang Gelap-Gelap’
Usai tercapai kesepakatan bahwa empat pulau itu masuk Aceh, Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan agar semua pihak menahan diri dan memahami pokok masalah, sehingga persoalan ini tidak dilarikan ke mana-mana.
“Nah, ini juga warning buat kita. Jangan karena ada masalah, kemudian isunya digeser ke mana-mana, nanti terjadi saling gesekan, saling tidak percaya satu sama lain. Itu banyak yang gelap-gelap yang menunggangi, isunya jadi ke mana-mana,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6).
Salah satu isu yang membumbui polemik kepemilikan empat pulau ini adalah dugaan adanya potensi migas di dalamnya. Padahal, kata Prasetyo, belum ada bukti potensi migas di Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Mangkir Panjang.
“Di situ ada satu pemerintahan yang mau mengambil, kemudian diisukan ada sumber daya energi yang cukup besar. Padahal kita cek di Kementerian ESDM, belum pernah ada penelitian di tempat-tempat tersebut yang menunjukkan adanya kandungan energi,” ujar dia.
Wali Nanggroe Bertemu JK usai Keputusan Empat Pulau Milik Aceh
Wali Nanggroe ke IX Teungku Malik Mahmud Al Haythar mengunjungi rumah Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla di Brawijaya, Jakarta Selatan, Selasa (17/6).
Mereka menyambangi JK usai pemerintah menetapkan empat pulau yang sebelumnya menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatra Utara menjadi milik Aceh.
JK sempat mengenalkan Mahmud kepada awak media.
“Ini Wali Nanggroe, ini silaturahmi saja,” kata JK singkat.
Wali Nanggroe adalah lembaga adat tertinggi di Aceh yang menjadi simbol pemersatu masyarakat Aceh serta penjaga adat, budaya, dan marwah keacehan.
Lembaga ini diatur dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Wali Nanggroe, dan merupakan amanat dari Perjanjian Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Wali Nanggroe Singgung Migas di Empat Pulau: Ada Migas, Perkara Lain
Mahmud berkomentar soal isu potensi migas di wilayah empat pulau itu. Baginya, itu masalah lain.
Masalah utama adalah empat pulau itu masuk teritori Aceh. Ia menegaskan bagi rakyat Aceh, sengketa pulau ini murni masalah teritorial, bukan karena perebutan sumber daya alam.
“Jadi yang perlu bagi kita sekarang itu bahwa pulau itu adalah teritori Aceh. Masalah ada gas minyak itu perkara lain,” kata Teungku Malik saat ditemui di kediaman JK, Selasa (17/6).
Teungku Malik menjelaskan, saat ini empat pulau tersebut tidak ditemukan potensi minyak dan gas alam.
Namun ia tidak menutup kemungkinan bisa saja di kemudian hari ditemukan potensi migas yang melimpah di sana.
“Kita belum tahu lagi ya apakah ada atau tidak. Tapi kemungkinan. Karena kalau di Aceh semuanya sedang dicari. Banyak daerah yang dicari (migas), kemudian daerah itu (empat pulau) juga dicari. Ada juga daerah lain sudah dapat, karena dia ada minyak jadi itu kemungkinan akan datang,” katanya.
JK: Sengketa Pulau Jangan Terulang Lagi, Jika Ambil Keputusan Baca Betul UU
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla mewanti-wanti pemerintah agar tidak mengulang kembali sengketa pulau antar wilayah.
JK meminta Kementerian Dalam Negeri untuk membaca undang-undang atau aturan terdahulu sebelum mengeluarkan keputusan.
“Jadi bagi kita semua ini pembelajaran. Ini kasus yang pertama setelah 20 tahun yang lalu bahwa apabila ingin mengambil keputusan, kita harus membaca betul UU,” kata Jusuf Kalla saat konferensi pers di kediamannya, Selasa (17/6).
Menurut JK, polemik sengketa empat pulau ini tidak perlu terjadi seandainya pemerintah melakukan pengecekan aturan terdahulu dan meminta persetujuan rakyat Aceh.
“Umpamanya UU Aceh, MoU Helsinki. Karena di situ jelas apabila ingin mengambil, pemerintah ingin membuat keputusan atau apa tentang yang berhubungan dengan Aceh, harus dengan sepengetahuan dan konsultasi dan persetujuan daripada pemerintah Aceh. Nah, ini tidak dilakukan,” katanya.
“Jadi itu sebabnya kenapa terjadi masalah. Jadi ini pembelajaran supaya jangan terulang lagi,” tuturnya.
KPA soal Empat Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh: Terima Kasih Pak Presiden
Ketua Mualimin Aceh yang juga Komite Peralihan Aceh Pusat, Tgk. Darwis Jeunib, mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto atas keputusan menetapkan kembali empat pulau sengketa sebagai bagian dari wilayah administrasi Aceh.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers di Kantor Partai Aceh, kawasan Batoh, Banda Aceh, Selasa (17/6/2025).
“Terima kasih banyak kepada Bapak Presiden. Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden karena telah memutuskan bahwa pulau itu memang milik Aceh,” kata Tgk. Darwis.
Tgk. Darwis menilai keputusan Presiden sebagai bentuk pemahaman terhadap Aceh dan perjanjian damai yang telah disepakati.
“Untuk ke depan, kami juga berharap poin-poin perjanjian damai yang belum selesai agar diselesaikan demi kepentingan bersama,” ujarnya.