Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menargetkan peningkatan signifikan pada nilai investasi dalam lima tahun mendatang, guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen. Target ambisius ini disampaikan dalam diskusi daring yang disiarkan melalui YouTube Kabar Bursa pada Jumat, 13 Juni 2025.
“Diharapkan kontribusi kami lebih dari Rp 13 ribu triliun dalam 5 tahun ke depan,” tegas Rosan, menekankan peran vital investasi dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi tersebut.
Rosan mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia telah mencatatkan total investasi sebesar Rp 9.100 triliun, baik dari investor domestik maupun internasional. Angka ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam menarik modal.
Lebih lanjut, mantan Wakil Menteri BUMN ini menjelaskan bahwa investasi merupakan elemen krusial dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Merujuk pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025, sektor investasi menjadi kontributor terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga, menyumbang 53 persen terhadap pertumbuhan ekonomi dengan andil sekitar 29 persen.
“Kalau kita melihat situasi sekarang, pertumbuhan perekonomian kita bisa terdorong dari mana? Yang paling memungkinkan, dari investment, at this moment,” ujarnya, menyoroti pentingnya fokus pada investasi untuk mendongkrak perekonomian saat ini.
Oleh karena itu, Rosan berharap nilai investasi di Indonesia dapat meningkat pesat, sehingga mampu mendorong target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2029. “Tahun ke depan memang diharapkan pertumbuhannya jump very significant, dalam rangka kita mencapai pertumbuhan 8 persen,” imbuhnya.
Namun, di tengah optimisme tersebut, Bank Dunia memberikan proyeksi yang lebih konservatif. Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen untuk tahun 2025, dari proyeksi sebelumnya sebesar 5 persen. Mereka juga memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh dengan rata-rata 4,8 persen hingga tahun 2027.
Laporan tersebut menyoroti penurunan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, tetapi mencatat adanya ketertinggalan dalam penciptaan lapangan kerja kelas menengah. Bank Dunia menekankan perlunya reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan, serta kehati-hatian dalam menentukan kebijakan fiskal dan moneter.
“Ketidakpastian kebijakan global dan domestik memicu arus keluar portofolio yang menekan rupiah. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai rata-rata 4,8 persen hingga 2027, tetapi ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan dapat mempengaruhi investasi dan pertumbuhan,” demikian bunyi laporan Bank Dunia yang dirilis pada Kamis, 10 April 2025.
Senada dengan Bank Dunia, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam laporan Economic Outlook, OECD memprediksi ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,7 persen pada tahun 2025, turun dari proyeksi pada Maret 2025 yang sebesar 4,9 persen.
Organisasi yang berbasis di Prancis itu menilai bahwa pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia berkaitan dengan ketidakpastian kebijakan domestik, serta melemahnya permintaan eksternal akibat meningkatnya ketegangan perdagangan global.
OECD memperingatkan bahwa meskipun inflasi yang rendah dan kondisi keuangan yang longgar diperkirakan akan mendorong konsumsi dan investasi swasta, ketidakpastian arah kebijakan fiskal domestik dapat meredam dampak positif tersebut. “Pertumbuhan ekspor juga diperkirakan melambat di tengah ketegangan perdagangan global,” tulis OECD dalam laporannya yang dirilis pada 3 Juni 2025.
Riani Sanusi Putri dan Ilona Estherina turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kekerasan atas Nama Pembangunan