muthafuckingamers.com JAKARTA. Tiga saham pertambangan milik pemerintah siap membagikan dividen yang menggiurkan kepada para investor. Bahkan, dua di antaranya menawarkan nilai dividen yang terbilang jumbo. Lalu, manakah saham tambang yang paling layak untuk dibeli atau justru dijual?
Keputusan terkait pembayaran dividen saham sektor tambang ini ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun Buku 2024 yang diselenggarakan pada Kamis, 12 Juni 2024.
Ketiga emiten tersebut adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS).
ANTM menyetujui rencana pembagian dividen saham tahun buku 2024 sebesar Rp 3,6 triliun, atau setara dengan Rp 151,77 per saham. Jumlah ini mencerminkan 100% dari dividen payout ratio, angka yang serupa dengan rasio pembagian dividen emiten anggota MIND ID ini pada tahun 2023. Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis, 12 Juni 2024, harga saham ANTM berada di level Rp 3.170, turun 110 poin atau 3,35% dibandingkan sehari sebelumnya. Dengan harga tersebut, dividen yield saham ANTM tercatat sebesar 4,78%.
Dana Investor Masuk Rp 16,32 T, Ini Cara Pemesanan Sukuk Ritel SR022 Kupon 6,55%
Sementara itu, PTBA akan membagikan dividen saham tahun buku 2024 sebesar Rp 3,8 triliun, atau Rp 332 per saham. Berdasarkan keterangan dari Stockbit Sekuritas, jumlah dividen ini setara dengan 75% dividend payout ratio (DPR) PTBA, yang juga serupa dengan DPR PTBA pada tahun 2023. Pada penutupan perdagangan saham di BEI Kamis, 12 Juni 2024, harga saham PTBA berada di level Rp 2.980, turun 30 poin atau 1,00% dibandingkan sehari sebelumnya. Dengan harga tersebut, nilai pembagian dividen saham PTBA memiliki dividen yield sebesar 11,14%, menjadikannya salah satu yang terbesar.
Di sisi lain, TINS akan membagikan dividen tunai mencapai Rp 474,65 miliar, atau sekitar Rp 63,73 per saham. Rasio tebaran dividen atau dividend payout ratio TINS mencapai 40%. Dengan harga saham TINS pada penutupan perdagangan Kamis, 12 Juni 2024 di level Rp 1.160, maka imbal hasil atau yield dividend-nya mencapai 5,49%.
Tonton: Bakal Gantikan Ditjen Pajak, Prabowo Bentuk Struktur Badan Penerimaan Negara
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa pembagian dividen ANTM sejalan dengan rencana belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 3,7 triliun. Angka ini masih mampu ditutupi oleh kas dan lonjakan laba bersih hingga 794% secara year on year (yoy) pada kuartal I 2025, sehingga neraca perusahaan tetap solid.
Untuk PTBA, jumlah dividen tersebut beriringan dengan capex tahun 2025 yang agresif, mencapai Rp 7,2 triliun, atau naik tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. “Hal ini cenderung dapat membuat PTBA untuk tidak mencapai 100% pembagian dividen,” ujar Audi kepada Kontan, Kamis (12/6).
Sementara itu, bagi TINS, keputusan dividen ini selaras dengan pola historis dan juga pencatatan laba bersih tahun 2024 yang melonjak tajam sebesar 363% yoy.
Ke depan, prospek kinerja keuangan ANTM dan TINS masih dipandang positif di tahun 2025, didukung oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi peningkatan harga komoditas emas ke US$ 3.120 per ons troi dan rebound-nya harga timah ke US$ 35.000 per ton pada kuartal I 2025, seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar. Selain itu, proyek ekosistem electric vehicle (EV) dan hilirisasi juga menjadi pendorong utama. “Meski tantangannya adalah terjadinya oversupply nikel,” ungkap Audi.
Sebaliknya, prospek PTBA cenderung tertekan karena beberapa faktor. Ini termasuk stagnansi pertumbuhan harga komoditas batubara dari US$ 124 per ton menjadi US$ 104 per ton di akhir kuartal I, serta beban capex untuk proyek rel dan hilirisasi batubara (Dimethyl Ether/DME) yang berpotensi menekan arus kas perusahaan.
Berdasarkan analisis tersebut, Audi merekomendasikan beli untuk ANTM dengan target harga Rp 3.450 per saham, trading buy untuk TINS dengan target harga Rp 1.370 per saham, dan hold untuk PTBA dengan target harga Rp 3.100 per saham.
Secara terpisah, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai ANTM tetap menarik karena permintaan emas yang masih tinggi, didukung potensi peningkatan permintaan nikel untuk EV, optimalisasi sektor ritel emas, dan ekspansi smelter nikel. Prospek PTBA, menurut Indy, masih sangat bergantung pada komoditas batubara, sehingga perlu memantau permintaan dari China dan India. “TINS juga masih harus memantau fluktuasi harga komoditas,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (12/3).
Dengan demikian, Indy merekomendasikan buy on weakness untuk ANTM dengan target harga Rp 3.800 – Rp 4.000 per saham, beli untuk PTBA dengan target Rp 3.100 per saham, dan speculative buy untuk TINS dengan target harga Rp 1.365 per saham.
Melengkapi pandangan tersebut, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi merekomendasikan buy on weakness untuk ANTM dengan target harga di level support Rp 3.600 per saham. Sementara itu, Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto merekomendasikan beli untuk ANTM dengan target harga Rp 3.600 – Rp 3.800 per saham, dan beli untuk PTBA dengan target harga Rp 3.140 – Rp 3.300 per saham.
Hampir Habis! 93,3% Bitcoin Sudah Ditambang, Apa yang Akan Terjadi?